Thursday, August 7, 2008

Mengenang Dwi AST, Sang Martir

Hari Senin tanggal 4 Agustus 2008 lalu saya kebetulan ada agenda ke Semarang. Senang sekali bisa main kembali ke DPW Jateng (3 bulan saya tinggal dan jadi penunggu malam-malam di situ) dan menghirup dalam-dalam udara kemarau kota Semarang (menggantikan suara riak air dari selokan sebelah, yang selalu banjir jika turun hujan).

Semuanya berubah: lantai jadi mengkilap licin; kasur nampak terbiasa tertutupi rapi; ada pipa-pipa baru sambungan air (dulu selalu bermasalah hingga 2 hari sekali saya musti 'ngangsu' ke rumah depan). Lain sekali dengan ketika saya tinggali dulu: kotor dan penuh tebaran berkas-berkas yang bercampur dengan abu rokok dan gelas-gelas kopi.

Dulu kami --saya dan beberapa pengurus DPW-- jualan es jus dari pagi hingga malam. Untuk latihan mandiri jika di-PHK nanti, kami bilang. Sore harinya, menggantikan canda-tawa anak-anak, celoteh dan desah-resah kawan-kawan buruh berbagai pabrik berkumandang hingga malam. Sepi. Lantas ramai lagi. Kemudian benar-benar sepi lagi hingga terbit pagi.

Dari pengorganisiran yang terus-menerus DPW lakukan waktu itu, datang 2 orang kontak buruh PT AST ke sekretariat: Binu Rakhmansyah dan Dwi. Binu, atau biasa dipanggil dengan Binur, mantan buruh kontrak perusahaan elektronik di Bekasi yang terpaksa pulang kampung karena masa kontraknya habis. Dwi, mantan buruh pemasar oli di Surabaya. Mereka tercatat sebagai buruh kontrak di AST.

Mereka berdua inilah, kontak awal DPW dari PT AST, yang mengalami kegelisahan luar biasa akan nasib buruh kontrak di AST hingga kemudian dalam waktu kurang dari satu bulan mereka berhasil mengajak serta beberapa pengurus Sekar AST datang ke DPW. Harapan mereka, tentu saja, Sekar AST yang 'sendirian' berjuang bisa ditarik masuk ke FSPMI dan nasib buruh kontrak di AST akan menjadi lebih baik. Sangat sederhana dan tidak mengada-ada.

Menjelang akhir tahun 2007, Binu terhapus dari AST, masuk ke dalam keranjang daftar pengurangan besar-besaran buruh kontrak. Dwi dan teman-teman lain dari buruh kontrak dan buruh tetap masih bertahan,malah semakin gigih, dengan semakin sering datang ke DPW untuk
berdiskusi.

Ketika tiba saatnya teman-teman Sekar kemudian benar-benar bangkit dan memutuskan bergabung ke FSPMI, Dwi akhirnya malah harus terhapus juga dari AST. Tragis. Bukan karena pengurangan, melainkan sistem yang berlaku di AST yang menghapuskannya dengan pemutusan kontrak tanpa ganti rugi. Dwi, yang memang dikenal oleh kawan-kawan dekatnya sering sakit-sakitan, karena sakit yang tidak dikehendakinya, diputus kontrak sepihak oleh perusahaan dan tidak kuasa berbuat apa-apa.

Waktu ke Semarang tanggal 4 Agustus kemarin, saya mendapat kabar bahwa Dwi yang katanya sekarang bekerja di Surabaya meninggal karena jantungnya yang bermasalah tidak bisa berkompromi dengan sifat workaholic Dwi.

Alhamdulillah, saya diberi kesempatan untuk turut datang ke rumahnya yang memang jauh dari jangkauan dan menyampaikan bela sungkawa kepada keluarganya, bersama dengan teman-teman lain dan 3 orang DPP FSPMI yang kebetulan juga selesai mengadakan pendidikan di Semarang.

Saya sudah mendengar dan prihatin dengan kasus yang menimpa kawan-kawan di PUK SPEE FSPMI PT AST. Semangat Dwi tidak akan padam dengan matinya raganya. Yakinlah, kawan-kawan, jika sekarang ini masih hidup dan ada di antara kita, Dwi pasti akan jadi pendukung terdepan kalian, memaksa kalian untuk bisa menerima buruh-buruh kontrak AST menjadi anggota SPEE FSPMI PT AST agar bisa bersama-sama melawan penindasan ini.

|